
Pandemi COVID-19 telah membawa tantangan besar bagi seluruh sistem kehidupan bermasyarakat secara global termasuk perawatan dan kebijakan kesehatan, karena memerlukan pengobatan baru dan strategi yang tepat untuk beradaptasi. Adaptasi yang tepat dalam masa pandemik juga meliputi sistem rawatan dan pencegahan bagi klien dengan masalah kecanduan narkoba. Klien merupakan populasi beresiko karena kerentanan atas berbagai penyakit penyerta terkait kondisi klinis, psikis, dan psikososial. Tantangan utama layanan rawat inap bagi klien adalah bagaimana menawarkan pola hidup yang mendukung pemulihan sekaligus mencegah resiko penularan Covid-19.
American Society of Addiction Medicine (ASAM) bekerja sama dengan Departemen Kesehatan Maryland memaparkan bahwa selama pandemi ini, layanan rehabilitasi rawat inap perlu mempertimbangkan bahwa kemungkinan terjadi 3 fase berikut ini, sebagaimana fase tersebut terjadi di masyarakat.
- fase awal dengan prevalensi rendah. Selama fase awal ini, program harus menerapkan penyaringan protokol, jarak sosial, pembersihan fasilitas yang ditingkatkan, dan langkah-langkah lain untuk mencegah penularan virus di fasilitas mereka. Program juga harus menggunakan waktu ini untuk secara aktif merencanakan fase pandemi berikutnya.
- fase selanjutnya dengan penyebaran virus yang cepat dan penularan virus yang mencapai puncaknya, dan kemudian mulai menurun seiring dengan meningkatnya prevalensi populasi dari paparan sebelumnya. Selama fase ini, mungkin perlu dilakukan perawatan secara keseluruhan, baik program, lokasi, sarana, dan prasarana dalam setting rawat inap baik dari mereka yang tertular maupun tidak. Sangat penting bahwa program secara aktif bekerja sama dengan petugas kesehatan, otoritas setempat, penyedia layanan lainnya, maupun seluruh komunitas.
- fase akhir pasca-pandemik ketika perangkat pencegahan virus semakin membudaya, vaksin tersebar secara paripurna, tingkat kekebalan komunitas semakin membaik, atau faktor lain yang mengendalikan penyebaran virus. Fase ini merupakan fase ketika COVID-19 berpindah dari status pandemi ke status endemik. Panduan untuk fase ini akan dikembangkan dari waktu ke waktu tetapi diantisipasi sebagai upaya menegaskan layanan berbasis bukti saat pengendalian infeksi sebelum pandemik hingga terus mengalami pembaharuan atas layanan berbasis bukti selama masa pandemi.
Untuk itu, ASAM menegaskan kebijakan utama bagi layanan rehabilitasi dengan setting rawat inap, yaitu pengontrolan ukuran populasi, pemeriksaan sedini mungkin gejala Covid 19, meminimalisir kontak dengan individu beresiko, latihan kebiasaan pola hidup sehat, bersih, dan higenis, serta promosi dan edukasi kesadaran. Sesuai dengan Panduan ASAM tersebut, Balai Besar Rehabilitasi BNN menerapkan model layanan rehabilitasi yang sangat adaptif merespon kondisi pandemi.
Kebijakan pertama terkait pengontrolan populasi, sasaran dalam kegiatan psikoedukasi, kelas pengajaran, vokasional, kegiatan ibadah, dan grup terapi, Balai Besar Rehabilitasi BNN menerapkan maksimal peserta dibatasi hanya 10 klien. Klien juga duduk dengan jarak 1 meter dengan klien lain dalam setiap kegiatan tersebut.

Saat sesi psikoedukasi, klien duduk berjarak dengan klien lain dan menggunakan masker
Selain itu jumlah klien dalam kamar tidur juga dibatasi untuk meminimalisir resiko kontak fisik dan menjaga jarak sosial. Kunjungan juga sangat terbatas dilakukan, terutama visit dari keluarga klien. Kunjungan atas masyarakat yang ingin mempelajari atau mengenal rehabilitasi juga sudah tidak dapat dilakukan. Kunjungan virtual dan kelompok dukungan virtual menjadi salah satu pilihan untuk memastikan agar dukungan psikososial bagi klien dari supporting system tetap terpenuhi. Layanan konseling secara virtual (telekonseling) merupakan strategi untuk memastikan agar intervensi keluarga dapat tetap dilakukan di masa pandemik oleh Balai Besar Rehabilitasi BNN.
Kebijakan kedua adalah pemeriksaan sedini mungkin gejala Covid 19 dan minimalisir kontak dengan individu beresiko. Pemeriksaan klien secara rutin mengenai suhu tubuh, sakit tenggorokan, batuk, sesak, gangguan pencernaan, maupun badan pegal hendaknya senantiasa dilakukan. Petugas kesehatan perlu datang secara rutin setiap hari secara langsung mengontrol dan monitoring klien di setiap program. Petugas klinikal yang membersamai klien selama di program juga rutin memonitoring kondisi klien saat di program, terutama klien dengan gejala tersebut.
Selanjutnya adalah kebijakan membangun kesadaran dan latihan kebiasaan pola hidup sehat, bersih, dan higenis. Penggunaan poster dan latihan praktik hidup sehat di masa pandemi rutin dilakukan sekali dalam dua pekan. Petugas klinikal memberikan contoh dan membiasakan prilaku hidup sehat, bersih, dan higenis. Rajin mencuci tangan dan penggunaan masker yang sesuai standar bahkan pelindung mata menjadi kewajiban bagi seluruh klien dan petugas layanan rehabilitasi. Selain itu saat masuk dan keluar ruangan atau sebelum dan setelah kegiatan, baik kegiatan psikoedukasi, kelas pengajaran, vokasional, kegiatan ibadah, dan grup terapi, klien diberikan cairan cuci tangan (hand sanitizer) sebagai upaya mengajarkan budaya rajin cuci tangan. Kontrol yang ketat dan early precaution juga diterapkan karena cairan tersebut mengandung alkohol di atas 60% mengingat kemungkinan klien juga kecenderungan memiliki riwayat kecanduan alkohol.

Layanan Intervensi keluarga melalui zoom meeting / sesi telekonseling
Selain itu, edukasi mengenai instruksi kebersihan dan etika batuk, bagaimana menggunakan tisu untuk menutupi hidung dan mulut saat batuk atau bersin, cara membuang tisu dan benda yang terkontaminasi di tempat sampah, dan bagaimana serta kapan harus melakukan kebersihan tangan. Jika tidak ada tisu, klien diajarkan batuk di tikungan siku dan membilasnya tangan dengan sabun dan air segera sesudahnya. Klien juga diajarkan untuk secara tegas tidak berbagi apapun dan tidak saling meminjam dengan klien lain, misalkan makanan, minuman, pakaian, dll. Klien juga didorong untuk hindari menyentuh mata, hidung, mulut mereka dengan tangan yang belum dicuci.
Demikian kebijakan dan penerapan layanan rehabilitasi di Balai Besar Rehabilitasi BNN selama masa pandemi. Kebijakan dan penerapan tersebut memerlukan kajian lebih jauh mengingat kecenderungan laki-laki lebih mudah terpapar Covid 19 daripada perempuan. Kompas.com menuturkan bahwa di Italia, Cina, Iran, Yunani, Peru, Ekuador, Jepang, Pakistan, Filipina dan Thailand perbandingan kasus infeksi Covid 19 pada laki-laki lebih tinggi daripada perempuan. Untuk itu, penyesuaian dan antisipasi lebih lanjut perlu diperhitungkan untuk diterapkan di Balai Besar Rehabilitasi BNN mengingat jumlah klien laki-laki adalah 90% dari total populasi klien yang menjalani rehabilitasi. (Senshi)