
Oleh: Slamet fatrika
Indonesia Drugs Report (2022) sudah mencatat sebanyak 43.320 orang pecandu yang mengikuti rehabilitasi yang diambil dari berbagai kelembagaan rehabilitasi narkotika termasuk rehabilitasi di lembaga pemasyarakatan. Sebagiannya mengalami kondisi stress akibat menolak berada di tempat rehab, menurut apa yang di teliti Nawangsih dan Sari (2016) mereka merasa kurang mampu menyesuaikan diri jadi merasa terkungkung dan menjadi beban. Dikondisi yang lain tercatat bahwa kondisi dampak penyalahgunaan narkotika justru berdampak yang serius bagi kesehatan (fisik dan mental) dan kehidupan sosial. Sebagai lembaga yang juga melakukan upaya rehabilitasi, BNN (2020) melaporkan jika gejala psikis yang paling banyak dirasakan oleh responden adalah gangguan nafsu makan yang kadang meningkat atau menurun secara signifikan (53,9%), gangguan tidur (51,7%), serta ganguan pemusatan perhatian atau konsentrasi (40,5%). Kemudian gejala psikis lain yang dirasakan yaitu kecemasan atau kegelisahan (38,5%), emosi naik atau turun (37,5%), gejala psikotik (halusinasi, suka berbicara dan senyum sendiri) (31,45%), ketakutan yang berlebihan (28,0%), selalu curiga (24,8%) dan pernah memiliki keinginan untuk melukai diri sendiri (5,7%). Duh..duhhh

Jumlah penyalahgunaan narkotika masih dinyatakan banyak, yang menjadikan masalah yang pelik dan menjadi ancaman bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Tentunya pemulihan menjadi kebutuhan yang tidak bisa dielakkan walaupun untuk membangun kesadaran pulih ini membutuhkan upaya optimal dari berbagai pihak terutama adalah dari keinginan penyalahguna narkotika. Proses rehabilitasi narkoba agar korban penyalahgunaan narkoba mempunyai kesempatan untuk berjuang kembali dalam menjalani hidup yang sehat tanpa penyalahgunaan narkoba. Pemulihan melalui rehabilitasi perlu pelibatan komponen secara holistik yaitu fisik, psikologis, sosial, agama dan spiritual. Prioritas pelayanan tidak hanya pada penyembuhan tetapi juga memerlukan perawatan/layanan spiritual ini sebagaimana ungkapan dari Kemenkes (2007) pada pernyataannya tentang kesehatan holistik, alasan logisnya karena pasien tidak hanya mengalami berbagai masalah fisik tetapi juga mengalami gangguan psikososial dan spiritual yang mempengaruhi kualitas hidup pasien dan keluarganya. Kesuksesan peran spiritualitas dalam pemulihan ketergantungan narkotika terbarukan dapat diidentifikasi sebagai area yang berpotensi penting untuk penelitian ketergantungan narkotika dan praktik klinis. (Heinzt et al. 2010)
Pelayanan spiritual sering kali terabaikan dalam kesehatan termasuk pemulihan dari ketergantungan narkotika. Ada anggapan bahwa pemenuhan kebutuhan spiritual sama dengan kebutuhan keagamaan, sehingga kebutuhan spiritual telah terpenuhi dengan kegiatan keagamaan. Kebutuhan spiritual dipenuhi dengan konseling keagamaan yang didampingi oleh para pemuka agama. Hal tersebut karena spiritual terdapat hubungan kesadaran antara individu dengan Tuhan/Dzat yang lebih tinggi. Ada beberapa pendekatan pemulihan yang bagi penyalahguna narkotika, dilakukan berbagai pendekatan program, baik bersifat spiritual/ religi maupun selain itu. Program 12 langkah (Narcotic Anonymous) merupakan pendekatan kelompok bantu diri yang mendasarkan pada spiritual, telah memberikan kontribusi dalam pemulihan penyalahguna narkotika. Program ini memberikan panduan karakteristik ketahanan (resiliensi), hubungan yang berkualitas dengan Tuhan/Kekuatan yang Lebih Tinggi, dan kesejahteraan spiritual selain itu juga mmeberikan dampak adanya peningkatan ketahanan (resiliensi) yang dinyatakan dengan kepercayaan pada tujuan hidup, rasa sejahtera tentang masa depan seseorang, dan kemampuan untuk menghargai kehidupan. Nah yang menarik ditengah kemajuan penelitian terhadap fungsi otak, yang sangat vital dalam permasalahan ketergantungan narkotika, dijelaskan spiritual dalam konteks Brain Disease Model Addiction (BDMA) tidak dipandang sebagai sesuatu yang hanya menjadi penyangga, atau mekanistis, tetapi merupakan elemen yang menjadi penting dalam menciptakan makna dalam proses pemulihan.
Begitu banyak penelitian yang berkaitan dengan kebutuhan spiritual/religi ini dalam pemulihan penyalahguna narkotika termasuk hubungan yang kuat dan efektif antara spiritualitas dan afiliasi spiritual dan agama dan hasil kesehatan yang positif. Berikut penting kiranya agar pemulihan menjadi utuh dengan menggunakan program spiritual/religi selain menggabungkannya dengan pendekatan kesehatan lainya dalam pemulihan, Piedmont menjelaskan spiritual/religi dengan aspeknya yang lebih multidimensi. Adapun kesembilan aspek utama tersebut antara lain:
- Hubungan dengan Tuhan (Trancenden dimention): hubungan dengan Tuhan dan Dzat yang lebih Agung, membuat seseorang melakukan keberserahan diri dan mengalami ketenangan. Selain itu keimanan menjadi sebuah kontrol terhadap perilaku. Seseorang berupaya untuk menjaga pemulihannya dari penyalahgunaan narkotika.
- Makna dan tujuan dalam hidup menjadi energi untuk berproses menemukan makna hidup, serta menjaga pemulihan yang berkesinambungan.
- Misi dalam hidup (Mission in Life), hal ini merupakan wujud komitmen dan tanggung jawab, menghadapi kondisi yang mengancam dan menyebabkan kejatuhan ulang terhadap penyalahgunaan narkotika
- Kesucian dalam hidup (Sacredness of Life), kesadaran dan keyakinan menjalani hidup dengan benar dan selaras, baik untuk hidup yang sehat bebas narkotika maupun hidup selaras dengan norma dan aturan.
- Nilai-nilai kehidupan: spiritualitas dalam pemulihan menghadirkan nilai-nilai yang adekuat untuk pemulihan seperti adanya kebahagiaan, harapan, kepuasan serta keyakinan yang bermakna dari kondisi pulih. Membangun keberanian untuk menolak godaan untuk menyalahgunakan kembali narkotika, walaupun harus diupayakan dengan kesungguhan.
- Altruisme (tolong menolong) menjalani kehidupan yang sehat, pulih dari narkotika juga memberikan kontribusi menolong penyalahguna lain untuk sama-sama pulih, sehingga membangun kekuatan kontrol terhadap penyalahgunaan narkotika dalam komunitas.
- Ideal menjadikan kehidupan yang bebas dari narkotika sebagai kondisi yang ideal, kondisi penuh harapan dan keadaan yang harus dipertahankan.
- Empati diri serta mengambil makna baik dari setiap kondisi ujian, penderitaan, bencana sehingga memiliki kualitas hidup yang tabah (hardiness)
- Manfaat spiritualitas (fruits of Spiritual), perwujudan kesejahteraan batin dengan pandangan hidup harmonis dengan diri, orang lain, alam semesta dan Dzat yang lebih Agung.
Kualitas pemulihan holitik yang memandang pentingnya pemenuhan kebutuhan spiritual, memberikan daya tangkal serta ketahanan diri yang optimal.
referensi
BNN-RI (2020). Survey Prevalensi Penyalahguna tahun 2019). Dikases pada 22 November 2022 dari https://puslitdatin.bnn.go.id/konten/unggahan/2022/07/7.Survei-Prevalensi-Penyalahgunaan-Narkoba-Kuantitatif-2019.pdf
Heinz AJ, Disney ER, Epstein DH, Glezen LA, Clark PI, Preston KL. A focus-group study on spirituality and substance-user treatment. Subst Use Misuse. 2010;45(1-2):134-53. doi: 10.3109/10826080903035130. PMID: 20025443; PMCID: PMC2943841.
Kime, K (2018). Analysis of the Spiritual Characteristics of Recovery Experiences in the Context of the Brain Disease Model of Addiction. Diakses pada 29 November 2022 dari https://link.springer.com/article/10.1007/s11089-018-0816-2
Puslitdatin BNN (2022). Indonesia Drugs Report (2021) https://puslitdatin.bnn.go.id/konten/unggahan/2022/07/IDR-2021.pdf